Details
Nothing to say, yet
Big christmas sale
Premium Access 35% OFF
Details
Nothing to say, yet
Comment
Nothing to say, yet
The Indonesian Press Council strongly condemns the violence against a journalist by members of the Indonesian National Army in South Halmahera. The incident occurred on March 28, 2024, when the journalist was forcibly taken from his home without official documents. He was then taken to a naval base and interrogated regarding his reporting on the alleged transportation of subsidized fuel by the Navy. The Press Council emphasizes the importance of protecting press freedom and journalist integrity. They demand justice for the victim and call for a fair and transparent legal process against the perpetrators. The case highlights the need to safeguard press freedom and expression in Indonesia. Dewan Pers dengan tegas mengecam tindakan kekerasan yang dialami seorang jurnalis oleh Oknum TNI di Halmahera Selatan. Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, menegaskan pentingnya melindungi kebebasan pers dan integritas profesi jurnalis. Kejadian tersebut terjadi pada Kamis, 28 Maret 2024, ketika seorang jurnalis dari Halmahera Selatan dibawa secara paksa dari rumahnya oleh dua Oknum Prajurit TNI-AL tanpa surat resmi. Setelah itu, korban dibawa ke pos TNI-AL di Pelabuhan Daerah Bacan Selatan, Halmahera Selatan, dan diinterogasi terkait pemberitaan tentang pengangkutan BBM subsidi yang diduga milik Polairut oleh TNI-AL. Dalam integrasi tersebut, korban diduga mengalami tindak kekerasan. Ninik Rahayu menegaskan bahwa kekerasan terhadap jurnalis adalah perbuatan yang tak dapat diterima. Dalam sebuah konferensi pers di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Ninik menyatakan, ini peristiwa yang patut kita kecam bersama karena jurnalis adalah satu aktivitas yang baik dalam rangka mencari, mengolah, sampai mendistribusikan berita adalah salah satu kerja pers yang harus dilindungi dalam konteks pemberitaan, kebutuhan perlindungan fisik, dan sebagainya. Dewan Pers juga mengajukan tuntutan untuk memastikan perlindungan kepada korban dan menegaskan pentingnya menjalankan proses hukum terhadap pelaku dengan baik. Kita terus melakukan proses hukum ke depan, hak atas kebenaran diungkap, dan pemulihan terpenuhi dan proses transparan melakukan pengawalan kepada Bapak Kepolisian dengan ini ditegakkan cara kita berdemokrasi dengan sebaik-baiknya, kata Ninik. Selain itu, Ninik menekankan bahwa keberatan terhadap pemberitaan dapat diselesaikan secara etis dan melalui hak jawab yang tersedia bagi pihak yang merasa dirugikan oleh berita tersebut. Jika terdapat indikasi pelanggaran atas kesalahan yang dialami jurnalis, Dewan Pers mendorong agar hal tersebut diselesaikan melalui proses hukum yang berlaku, tanpa tindakan kekerasan. Dewan Pers berkomitmen untuk terus memantau korban dan keluarganya serta mengawal proses hukum terhadap korban. Mereka menegaskan bahwa setiap individu, termasuk jurnalis, memiliki hak untuk bekerja tanpa takut akan kekerasan atau represi. Kasus ini menjadi sorotan penting dalam menjaga kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia. Dewan Pers dan masyarakat secara luas menuntut agar proses hukum terhadap pelaku dilakukan secara adil dan transparan, serta untuk memastikan perlindungan yang memadai bagi jurnalis yang bertugas.