Details
Nothing to say, yet
Details
Nothing to say, yet
Comment
Nothing to say, yet
Islam encourages the cultivation of literacy among its followers. Literacy is seen as a sign of a progressive civilization. Throughout history, books have played a crucial role in the advancement of nations. During the golden age of Islam, many scholars emerged, supported by the caliphs of the Abbasid and Umayyad dynasties. Zaid bin Thabit, the secretary of Prophet Muhammad, was the first significant figure in Islamic literacy. Rumi, a renowned writer, poet, and thinker, also contributed to Islamic literature. However, in recent years, literacy rates have declined, particularly in Indonesia. It is important to revive the culture of literacy to prevent the loss of creativity and innovation among Muslim students. Agama Islam mendorong untuk membudayakan budaya literasi di kalangan umatnya. Hal ini tak lepas dari sejarah turunnya kitab suci Al-Quran menjadi tuntunan bagi umat Islam dan diperuntukkan bagi umat manusia. Pengajaran literasi telah diperintahkan oleh Allah subhanahu wa ta'ala sejak pertama kali wahdah diturunkan dalam surah Al-A'laq. Literasi adalah sebuah pertanda dari majunya peradaban dunia, karena sejarah yang ditorehkan dalam bentuk literasi akan menjadi abadi daripada yang diturunkan secara lisan. Milan Kundera, tokoh novelis asal Ceko, berkata, Jika ingin menghancurkan sebuah bangsa dan peradaban, hancurkan buku-bukunya, maka pastilah bangsa itu akan musnah. Ini menunjukkan bahwa buku yang notabene-nya sebagai unsur literasi memegang peranan penting dalam memajukan suatu bangsa. Kita lihat saja bagaimana zaman kejayaan Islam yang terjadi pada tahun 750 Masihi sampai 1258 Masihi, yaitu pada masa dinasti Abasyah yang berpusat di Bagdad dan dinasti Umayyah II yang berpusat di Cordoba, Spanyol. Pada masa itu, banyak lahir ilmuwan-ilmuwan Islam dalam berbagai bidang keilmuwan. Para kholifah dari kedua dinasti tersebut mendukung perkembangan dari ilmu pengetahuan. Banyak buku-buku dan manuskrip dari bahasa Yunani, Mesir, Persia, India diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Tokoh Literasi Islam Zaid bin Thabit Tokoh Literasi Islam pertama adalah Zaid bin Thabit, yang mana ia adalah sekretaris Rasulullah SAW. Ia dikenal atas kontribusinya menuliskan ayat-ayat Al-Quran pada zaman Nabi Muhammad SAW. Zaid bin Thabit menjadi salah satu otoritas terkemuka dalam penulisan Al-Quran. Sampai-sampai Umar ibn Khattab menyebut, siapapun yang ingin bertanya tentang Al-Quran harus merujuk Zaid bin Thabit untuk klarifikasi. Jalaluddin Al-Rumi Tokoh Islam atau Muslim kedua yang dikenal dunia lewat karya tulisnya adalah Jalaluddin Muhammad Rumi, yang dikenal juga sebagai Rumi. Rumi merupakan penulis besar yang dilahir di Afganistan pada 30 September 1207 Masehi. Ia tidak hanya dikenal sebagai penulis, namun juga dikenal sebagai penyair dan pemikir yang sangat disegani oleh masyarakat luas. Hasil pemikiran Rumi menganut paham subisme. Jalaluddin Al-Rumi Jalaluddin Al-Rumi Jalaluddin Al-Rumi Jalaluddin Al-Rumi Jalaluddin Al-Rumi Jalaluddin Al-Rumi Jalaluddin Al-Rumi Jalaluddin Al-Rumi Jalaluddin Al-Rumi Jalaluddin Al-Rumi Jalaluddin Al-Rumi Jalaluddin Al-Rumi Jalaluddin Al-Rumi Jalaluddin Al-Rumi Walaupun Rumi sudah meninggal di usia 66 tahun pada 17 Desember 1273 Masehi, namun karya-karyanya masih mempengaruhi banyak penyair dan penulis di dunia seperti Al-Maznah Al-Ma'nawi. Tokoh yang ketiga, Abu Nawaz Al-Hassan Ibn Hani Al-Hakami Abu Nawaz merupakan salah satu tokoh sastrawan. Tokoh yang ketiga, Abu Nawaz Al-Hassan Ibn Hani Al-Hakami Abu Nawaz merupakan salah satu tokoh sastrawan Islam dunia yang diketahui meninggal pada tahun 810 Masehi. Banyak karyanya mendunia dan terkenal sampai sekarang, seperti karya emasnya yang berjudul Kisah Seribu Satu Malam. Abu Nawaz digambarkan sebagai sosok serdik yang selalu mampu membantu Sultan Harun Al-Rashid dalam menyelesaikan permasalahannya. Literasi di zaman sekarang Namun dalam beberapa kurun terakhir, tingkat literasi Islam menurun, terutama di negara Indonesia, dengan bukti data pada tahun 2012 Dengan bukti data pada tahun 2012, UNICEF merilis data minat baca negara-negara di dunia. Indonesia dengan minat baca hanya 0,001% menunjukkan data yang memprihatinkan. Apabila iklim seperti ini tidak segera dipulihkan, maka yang terjadi adalah lahirnya para santri yang kehilangan jiwa kemandiriannya, sepi kreatifitasnya, mati inovasinya, dan instan cara berfikirnya. Para salaf terdahulu sangat menitik beratkan agar menjadi kaum pembelajar. KUN ALIMAN AU MUTA'ILIMAN AU MUSTAMI'AN AU MAHABBAN Jadilah engkau seorang yang mampu mengajar, atau yang belajar. Kalau tidak mampu, jadilah yang mau mendengarkan atau simpati. Artinya, nasihat ini merupakan dorongan kuat bahwa budaya literasi merupakan harga mati dalam kehidupan para sarjana Muslim. Meminjam istilah lain, berliterasilah seindah mungkin, hingga kau dapati kenikmatan ilmu tiada akhir. Benar menurut Bung Hatta, aku rela dipenjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas.