Home Page
cover of audio 2 bocah
audio 2 bocah

audio 2 bocah

lalang widjanarko

0 followers

00:00-19:54

Nothing to say, yet

Podcastspeechfemale speechwoman speakinginsidesmall room

Audio hosting, extended storage and much more

AI Mastering

Transcription

Yurika Shalomita Silaben and Darian Arya Kitaro, graduates from Yayasan Cakrawala Citra Bangsa Mandiri, share their achievements. Yurika was the second highest scorer in her middle school and emphasizes the importance of parental support and personal responsibility in academic success. Darian became the vice chairman of the student council through interviews and campaigning, despite being surprised by the opportunity. He highlights the need for strong faith and resisting negative influences. Yurika enjoys reading and values the feeling of being needed in the classroom. She has learned to adapt to different subjects, finding math challenging. Both students emphasize the importance of seeking help from teachers and helping others in their academic journey. Hai, selamat datang lagi di AI Amunisi Informasi Podcast Interaktif yang hari ini saya kedatangan sama lulusan-lulusan terbaik sekolah di lingkungan Yayasan Cakrawala Citra Bangsa Mandiri. Beliau adalah Yurika Shalomita Silaben dan Darian Arya Kitaro. Halo. Hai. Saya kok gak semangat. Halo. Oke, Mita dan Darian ya. Mita dan Darian. Boleh cerita dulu dari Mita dulu ya. Mita sekarang sekolah di mana? Nanti Darian juga sekolah di mana? Kalau aku sekarang lagi di Petra V di Jemur Sari. Kelas? Kelas 1 SMA. Wow, sudah teenager ya. Iya. Sama Darian? Kalau saya dari SMP Dwawaru, disini sudah kelas 1 SMP. Kelas 1 SMP, kelas 7 ya? Iya. Oke. Nah, ini karena ceritanya nih di podcast interaktif ini tuh cerita tentang prestasi kalian. Karena ada yang namanya prestasi itu kan bentuknya adalah piagam dan segala macam. Tapi ada juga yang misalnya kita melihat aktif di organisasi, bisa seperti itu. Nah, sekarang ke Mita dulu. Yang saya dengar, Mita ini adalah lulusan terbaik sekolah tetangga kita. Nanti boleh dijelasin. Kok bisa sih Mita? Cerita dong. Oke, jadi pertama-tama SMP saya di SMP Kristen Petra Asitia ya. Sebelah yang sama Vision. Tetangga kita. Iya, tetangga. Terus itu waktu graduation diumumin, saya dapet nilai tertinggi kedua sebenarnya. Satu sekolah. Satu sekolah. Kalau di kelas saya, itu yang paling tinggi saya. Jadi, waktu itu saya dapetnya 97, berapa gitu. Enggak ingat. Kamu hobinya selain belajar apa? Selain belajar. Saya hobinya enggak belajar. Kita enggak perlu belajar dapet gitu. Belajar. Oke. Terus dapet nilai itu dari semua subjek yang ada? Iya, semua subjek dari kelas tujuh sampai kelas sembilan. Ini target dari orang tua atau kamu sendiri? Sebenarnya orang tua itu enggak pernah ngasih target sih. Wow, ini penting buat didengar nih. Aku orang tua soalnya. Jadi, apa yang kamu lakukan? Kan itu kelas satu, kelas dua, kelas tiga. Menjalankan beberapa fase. Memang itu bisa aktif terus gitu? Enggak bosen segala macam gitu? Kalau bosen, malas itu pasti datang ya. Karena kita juga baru masuk ke maja, banyak hal baru. Pasti gampang kedistract sama hal-hal lain selain belajar gitu. Jadi, yang waktu itu membantu aku banget. Pertama support dari orang tua, bimbingan dari orang tua. Dan juga kesadaran kalau sekolah itu tanggung jawab kita sendiri. Jadi, bukan... Kok kamu keren gitu sih bisa ngomong kalau tanggung jawab kita sendiri? Jarang loh ada anak-anak pengennya main nanti modern dan darian. Di buku BPN ada kayak gitu. Oh ya oke, hapalan ya besok keluar ya. Hapalan tapi juga di aplikasikan gitu. Jadi, ke sekolah itu enggak cuma asal datang aja. Tapi ya, gurunya didengerin, dicatat. Jadi, kalau hari-hari mendekati ujian, kita enggak perlu belajar lagi. Kita tinggal revisi aja. Oke baik, ada dua yang pelajar yang hari ini enggak boleh bosen sama revisi. Sekarang ke darian dulu. Darian, baru lulus kemarin dong ya? Iya. Tapi kamu udah jadi wakil ketua asis, kok keren gitu sih? Suka ngomong? Enggak juga sih, sebenarnya juga lumayan kaget dengan jadi wakil ketua asis. Soalnya, waktu itu pas kan ada dua kali tes wawancara secara langsung sama guru. Sama kayak tes tulis wawancara, jadi kayak integrasi pertanyaan gitu. Nah, waktu itu pas ngisi pertanyaan yang dites tulis, aku juga sempat ngeblank. Jadi kayak, wah ini ngisi apa, ini biar bener gitu atau enggak. Tapi akhirnya ya, aku coba buat ekspresiin diri aku sendiri aja. Buat ngewangin diri aku sendiri ke tulisan-tulisan itu. Nah, habis itu kayaknya setelah satu minggu gitu, akhirnya aku dipanggil buat interview khusus sama guru. Jadi aku kaget, wah. Apa yang ditanya? Iya, ini ada apa nih, kok tiba-tiba dipanggil. Jadi kaget juga, aku ada masalah apa. Ternyata dipanggil buat memang pemilihan wakil ketua dan ketua asis gitu. Setelah tes tulis, interview, kemudian apa lagi? Iya, habis itu interview khusus sama, kita kan pemilihan juga buat ketua sama wakilnya. Soalnya kan waktu itu masih random kan. Jadi kita milih juga, kita mau milih ketua siapa, kita milih wakilnya siapa gitu. Habis itu kita juga ngerapin, apa namanya, bikin visi-misi, dan program pekerja buat ke depannya juga. Program kerja, oke. Sebentar, pertanyaannya adalah, kamu memang terbiasa di organisasi sebelumnya? Belum, ini pertama kali experience. Kok bisa tertarik berorganisasi di sekolah? Karena aku itu juga pengen bisa bermanfaat buat orang lain juga. Ini kata siapa nih, kata orang tua apa kata kamu sendiri? Kata gue sendiri. Itu udah obrolan yang biasanya diomongin anak-anak kuliahan loh. Ini anak kelas F2 SMP udah bisa bilang gitu, oke. Darian, sekarang pertanyaannya. Kamu di interview, udah, terus kemudian masuklah ke voting ya. Sebelum voting pasti ada campaign dulu kampanye gitu. Yang bikinin siapa dan bagaimana kamu akhirnya bisa terpilih? Menurut karsi kamu sendiri. Aku jujur gak minta bantuan dari orang tua sama sekali. Kamu anak keberapa sih? Anak pertama. Oke. Jadi, aku searching juga, dari internet, dari Instagram. Bisa dapet pengalaman-pengalaman. Siapa yang ngajarin kamu misal mamut? Enggak. Mungkin dulu juga terlatih beberapa kali jadi MC juga kan sempat. Di sekolah? Iya, public speakingnya mungkin udah. Tapi jadi kayak lebih pede apalagi pas debatnya. Aku lihat sendiri kalau dari debatnya, ketua alisku juga masih geber. Jadi kayak, jadi teman-teman. Kok bisa jadi ketua? Ya, I don't know. Mungkin dia dari testulisnya atau mungkin. Jadi kalau testulis kan gak ada tekanannya. Kakak kelas ya? Mungkin kalau pas debat kan soalnya rame juga. Mungkin jadi kayak ada pressurenya, dia takut salah. Apalagi kan juga ada juri-juri dari guru-guru gitu kan. Jadi dia kayak nge-pressure, wah aku mikir apa. Jadi kayak mungkin panik. Dia gak bisa ngasih kata-kata yang tepat gitu. Oke. Sekarang pertanyaan darian. Sekolah vision kan kamu tau ya? Iya. Terus kamu ke sekolah negeri nih. Is there any difference? Iya. Apa? Kalau tersebut mungkin awalnya. Ini penting nih, penting mau dia dengerin. Dari pertemanannya dulu aja. Mungkin kan beda banget dari vision. Habis itu ke negeri yang kita tau. Banyak banget. Ya mungkin ada yang dari Islam juga. Apalagi mayoritis kan disana juga Islam. Satrogen ya? Iya. Habis itu mungkin juga dari. Cara belajarnya juga berbeda. Apa? Kayak gimana ya. Vision itu kan bener-bener. Mandiri banget dari kita sendiri. Habis itu ke negeri mungkin. Wah minta contekan dong sana sini sana sini. Jadinya kayak. Ya sebenernya sudah pernah denger-dengar gitu sih. Cuman kayak. Wah ternyata gini banget ya. Kamu jadi jangan pinter ya. Jangan, nanti kamu dicontekin. Gak boleh juga. Iya gak boleh. Jadi kayak bener-bener harus. Punya iman yang kuat juga. Apalagi gak boleh tercerumus ke hal-hal yang. Gak apa-apa gitu kan. Ah ayo nanti kita balut pacaran aja. Ke kantin atau kemana gitu. Apalagi wakil ketua. Iya makanya. Jadi harus punya iman yang kuat buat. Jangan ngikutin hal-hal yang kayak gitu deh. Kita harus. Mungkin kalau dari aku sendiri. Mungkin kita yang harus narik teman-teman kita. Buat melakukan hal yang lebih baik lagi. Okay. Spread the positive one. Iya makanya. Okay. Now I would like to listen. Mita. Mita ini kan siper banget ya. Jadi tadi sempat ngobrol. Sebelum acara ini. Suka banget baca buku. Mit. Apa sih enak jadi anak pintar? Enak ya jadi anak pintar. Dicontekin jangan-jangan. Yang pertama itu mungkin saat di kelas ya. Itu kita ngerasa. Stand out. Iya stand out. Kita ngerasa dibutuhkan banget. Jadi kalau waktu penugasan. Semuanya tuh berapa persen kelas ya. 30 persen kelas. Mit-mit ajarin dong. Nah itu. Apa ya. Perasaan kita itu dibutuhkan itu enak banget sebenarnya. Ya terus. How many friends do you have? Friends ya. Best friend. Best friend. Sekarang waktu SMA saya limit lagi. Oh justru kamu perkecil. Iya perkecil. Kenapa? Karena. Something happen? Aku realize kalau enggak semuanya itu benar-benar. Oh fake friend. Lebih sempat menyadari. Lebih cepat dewasa ya luar biasa. Kan katanya kalau semakin gede. Circle kita tambah kecil gitu kan ya. Jadi. Siapa yang bilang? Pengalaman atau buku? Dari buku ada. Dari orang itu ada gitu. Jadi. Jadi pintar itu. Enak. Terus sama guru juga. Hubungannya kan bagus ya. Selalu di point out. Selalu di jadikan contoh. Jadi itu sih. Yang enaknya. Pernah nggak ngerasa gagal? Pernah dong. Waktu apa? Pasti. Ada waktu ngerasa itu kayak. Kenapa ya. Ini pelajarannya aku nggak ngerti. Pelajaran apa yang kamu sukain? Paling suka itu bahasa Inggris. Yaudah kalau gitu nanti bahasa Inggris pertanyaan. Oke kemudian yang paling kamu susah banget? Paling aku susah sebenernya matematika. Ketemu Miss Vivi nih. Kaliannya Darian ya. Oh Darian suka matematika? Ya suka. Wah ini agak berbeda nih. Karena orang yang kognitif. Tapi kalau Ipa nggak suka. Ipas nggak suka? Fisika nggak suka. Kenapa? Rumusnya banyak banget. Rumusnya apa? Lebih suka matematika daripada fisika. Interpersonal. Kamu pintar. Kamu menjaga. Kemudian kalau pelajaran-pelajaran yang kira-kira. Susah banget adaptifnya. Kenapa? Susah beradaptasinya. Jadi kalau misalnya matematika. Fisika juga. Fisika apalagi kalau. Oh di SMP itu yang paling agak PR itu fisika ya? Fisika rata-rata. Padahal kan dari SD kan Ipanya mungkin masih kayak. Tumbuhan. Manusia. Lagi-lagi gitu. Ini spesifik. Iya tiba-tiba disuruh menghitung kayak. Rumus kecepatan. Wah ternyata ada Ipan ada gininya juga gitu. Perubahan dari SD ke SMP selain culture shock tadi kalau dari. Kalau di MITA apa? Di pelajarannya tentunya. Kan lebih advance lagi. Ada ikut kursus-kursusan life-life-an gitu? Enggak pernah. Terus how you handle that? Ya aku berusaha catch up dengan gurunya. Berusaha merhatiin. Tapi kadang itu kan meskipun kita merhatiin guru. Enggak masuk ke otak gitu ya. Tapi masuk ke telinga. Jadi itu butuh inisiatif lagi. Buat kita datangin gurunya sendiri. Minta dijelasin lagi gitu. Pada akhirnya kok ternyata di kelas itu yang ngerti. Saya itu dari sekian sedikit orang gitu loh. Jadi ternyata kebanyakan orang itu juga enggak ngerti. Jadi akhir-akhirnya meskipun saya kesulitan sama pelajarannya. Saya juga ngajarin orang lain gitu. Jadi ini lebih ke bukan menurut kita susah atau enggak. Tapi niat dan inisiatif kita itu yang membuat kita bisa gitu. Itu istilahnya namanya empowerment. Ketika kita mencoba untuk mengajarkan kepada orang lain. Orang lain bisa. Energinya balik. Jadi senang kan ada hype. Lucu ya ini. Bagian-bagian yang kita enggak tahu sebenarnya ya. Begitulah alam bekerja. Nah Mie ketika jadi lulusan terbaik. Kelas 1, kelas 2, kelas 3. Kan ini kan di rata-rata gitu kan ya. Iya benar. Pas pada kelas berapa kamu ngerasanya agak mulai boring? Kelas 8 sih. Kelas 8? Kelas 8. Karena waktu itu itu pelajaran-pelajarannya itu lebih advance lagi. Terus aku juga mulai meragukan kemampuan saya sendiri waktu itu. Karena ngerasa wah ada banyak orang-orang pintar yang lainnya. Aku ngerasa minder atau aku ngerasa aku kurang. Satu kelas berapa orang sih? Satu kelas itu cuma 20 orang. Tapi ada pressure gitu. Jadi itu yang membuat aku sedikit tertekan. Dan kemampuanku itu agak turun waktu kelas 8. Oke. Sekarang aku nanya Darian. Darian. Kamu kan sekolah lulusan vision. Kamu sudah bisa ngerasa belum bahwa kamu akan ada di titik ini? Pintar, bicara, kemampuan public speaking. Vision itu ngajarin apa kamu waktu kamu sekolah disini? Apa yang kamu ingat? Ya pertama tadi ya konfidencenya itu sih. Soalnya kan dulu juga sempat banyak presentasi-presentasi. Jadi kayak lama-lama udah biasa. Kemaren-kemaren banyak. Alah ya udah biasa kayak gini juga. Habis itu mungkin dari kreativity juga. Jadi kayak kadang task-task yang dikasih dari guru-guru itu kayak kadang itu mesti gak paham lah ini buat apa fungsinya. Kadang kayak gak ada hubungannya gitu ke pelajarannya. Tapi lama-lama aku sadar, wah ternyata ini nanti juga diperlukan juga buat SMP. Akhirnya gara-gara tadi tugas-tugas itu di SMP aku jadi kayak wah ternyata gini doang, division juga udah pernah. Yang kamu ingat apa misalnya? Misalnya mungkin kayak ya Inggris gitu. Jadinya simple present tense lagi. Past tense lagi. Balik lagi. Keleng-keleng lagi. Keteng soalnya. Pokoknya SMP belum selesai. Sama kayak matematika. Gak boleh give up. Terus apa lagi? Kalau misalnya ingatnya vision. Misalnya ex schoolnya mungkin. Apa ya? Atau outingnya mungkin. Yang dulu. Iya, kangen outingnya sih. Apa yang kamu ingat? Dulu ingat pas terakhir itu pergi ke mana ya? Waktu itu ke Prigen. Waktu itu setelah harusnya. Camping? Gak, camping. Cuma outing aja kan. Mungkin harus itu ganti buat rekreasi ya. Ke Singapura kan harusnya. Tapi gara-gara pandemic akhirnya gak jadi. Nah itu lumayan seru juga sih. Kita bisa having time juga buat having fun sama friends. Kita bisa RC gitu. Tapi kita cuma dapat pelajaran dari situ. Jadi kayak bener-bener balance gitu. Yang kamu ingat lagi tentang guru-gurunya. Gak terlalu mention namanya. Dari guru-gurunya ya. Aku lumayan suka aja. Mereka itu punya pribadian yang berbeda-beda. Tapi dari perbedaan yang berbeda-beda itu. Mereka jadi bisa ngasih hal-hal yang berbeda juga. Maksudnya kan dari guru ini bisa bikin aku jadi lebih sabar. Dari guru ini jadi lebih disiplin. Jadi ya bisa buat benefit-benefitnya sendiri gitu. Kreatif ya? Iya. Sekarang ke Mita. Lulusan terbaik. Cuma seneng soalnya. Aku tuh sama lulusan terbaik itu kayak. Ya itu kan pasti effort ya. Pasti harus ada beberapa yang kita siapkan. Bahkan Mita merasa bahwa tidak pernah disupport oleh lingkungan. Diri sendiri kan akhirnya. Nah kalau flashback lagi ke Vision sekitar 4 tahun yang lalu ya. Iya 4 tahun. Apa yang Mita ingat? Ini agak sulit flashbacknya. Jangan bilang semua. Kalau dari Vision itu pertama-tama gurunya. Itu cara ngajarinya itu sangat fun. Fun learning. Iya fun learning. Aku masih ingat banget dulu itu. Multiplication. Perkalian. Oh. Dua atau tiga gitu ya. Dibikinnya ada kayak board-board. Multiplication di dinding kelas. Dan waktu jam istirahat itu kita disuruh. Ngafalin sama temen. Nah menurutku itu tuh fun banget. Metode yang menyenangkan ya. Menyenangkan banget. Karena dibikin game. Iya benar-benar. Aku gak bisa bayangin kalau dulu itu diajarinnya. Di papan. Harus ngafalin satu-satu. Itu zamanku Mita. Iya. Sekarang langsung. Oh gitu. Benar. Itu matematika. Iya matematika. Kalau untuk Inggris. Memang di Vision ini. Apa penggunaan bahasa Inggris itu. Sering banget ya. Tepat sekali. Jadi aku jadinya kebiasaan. Pakai bahasa Inggris. Dan kalau mau normal conversation ini. Bisa pakai bahasa Inggris. Tanpa harus mikir. Harus ngomong apa dulu di otak itu kan. Harus ngerangkai kata dulu ya. Tapi kalau. Dengan kebiasaan di Vision. Pakai bahasa Inggris itu dia bisa ngalir aja gitu. Dan itu yang membuat. Aku lucky banget. Dulu SD nya di Vision. Karena bisa terbiasa. Tapi memang orang yang memegang dunia itu. Ada dua hal yang harus dia pelajarin. Bahasa yang pertama. Dan informasi. Ketika kita udah dapet dua-duanya. Sebenernya aksesnya akan jadi lebih gampang. Semuanya akhirnya jadi. Kita tahu kan. Bagaimana kalau misalnya tiba-tiba. SDM diganti dengan AI. Itu kan udah mulai kita agak. Mulai bergeser. Nah sebagai generasi yang sekarang ini. Adaptif. Beradaptasi dengan lingkungan sekarang. Mungkin ada hal yang mau disampaikan. Untuk the young generation. Abad now. Apa yang harus mereka siapkan. Terutama. Dan pilihan sekolah juga salah satu di antaranya. Mungkin dari Mita dulu. Oke kalau sekarang. In English please. Jadi agak ada pressure dikit ya. Agak dong. Karena anak pintar perlu di pressure. Habis ini kampanye darian. Silahkan Mita. Jadi. In our. Zaman. Era. Oh ya. In our era. Now. With all the development in technology. And AI. Especially. We don't. Only need to master our knowledge. Or. Mathematics. English. Or any subject like that. But now we need to be creative. We need to learn how to be innovative. And. To achieve that. We need to. Develop our knowledge into a higher level. And. It can be. Achieved. By. Projects. By. Tasks. That are. Developing. Our creativity. And I think that. It is already implemented in vision school. Thank you Mita. I've been waiting for that. Because in vision. There are so many projects. That feel. Creativity. As. A student who graduated from vision. Alma mater. You love vision right? I love it so much. What rank are you in? Third place. Third place. Darian means. Fourth place. Seventh place. Okay. To the audience. Seventh place. Yes. Now it's. Your turn. Can you still speak English? I can. But because. There are more. Yes. In SMP now. There are more Indonesian language. Other languages. Other than Indonesian. And Isarabic. Javanese. Javanese. Can you speak Javanese? I can. But it's a bit rough. Okay. Please. Almost the same question. With Mita. That you remember about vision. And you want. To. Effort. To the future. For the alma mater school. That you love. Yes. Maybe. Maintain the teacher. The teacher can't go out. No. The teacher can't go out. But. The creative staff. Who make the children. More comfortable. More fun. Maintain it. So. For the children. If they learn. They can't. Learn. Learn. Learn. Learn. Learn. Learn. Learn. Learn. Learn. Learn. Learn. Learn. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning. Learning.

Other Creators