Details
Nothing to say, yet
Details
Nothing to say, yet
Comment
Nothing to say, yet
Former Chief Justice of the Constitutional Court, Anwar Usman, objects to the appointment of Suharto Yoh as the new Chief Justice. He argues that the decision is against the law. Anwar was removed from his position based on a violation of the code of ethics and involvement in a conflict of interest. He plans to file a lawsuit against the decision. Legal experts believe his objection is excessive and unnecessary since he was only removed as Chief Justice, not as a constitutional judge. Berita Nasional Koran Tempo, Rabu, 22 November 2023 Perlawanan Bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Bekas Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman, keberatan atas pengangkatan Suharto Yoh sebagai Ketua MK. Keberatan itu disampaikan melalui kantor kuasa hukumnya, Franky Simbolon dan rekan Juru Bicara Mahkamah Konstitusi, Fajar Laksono, kemarin berkata Ya, suratnya sudah diterima kemarin. Dalam surat tertanggal 15 November 2023 itu, tim kuasa hukum Anwar Usman mempermasalahkan putusan Mahkamah No. 17 tahun 2023 tentang pengangkatan Suharto Yoh sebagai Ketua MK untuk masa jabatan tahun 2023 sampai tahun 2028. Alasannya, putusan itu bertentangan dengan peraturan perundangan-undangan. Anwar Usman dicopot dari posisi Ketua MK pada tanggal 7 November lalu berdasarkan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, MKMK. Anwar dinyatakan terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakim saat menangani perkara No. 90. Perkara itu secara khusus menguji pasal 169 huruf QI Undang-Undang Pemilu yang mengatur syarat batas usia bagi calon Presiden dan calon Wakil Presiden. Dari persidangan itulah bunyi pasal 169 huruf QI yang semula hanya membatasi usia capres dan cawapres minimal 40 tahun kemudian mendapat tambahan klausa atau pernah sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum. Putusan itu menimbulkan polemik. Mahkamah Konstitusi diduga memberikan karpet merah kepada putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, untuk maju sebagai cawapres. Berdasarkan hasil pemeriksaan MKMK, dalam menangani perkara itu, Anwar terlibat dalam konflik kepentingan. Majelis Kehormatan juga menemukan bukti bahwa Anwar dengan sengaja membuat ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan putusan perkara nomor 90 serta terbukti tidak menjalankan fungsi kepemimpinan secara optimal. Dalam amar putusannya, MKMK melarang Anwar dicalonkan atau mencalonkan kembali sebagai ketua MK. Anwar juga dilarang terlibat dalam pemeriksaan dan pengambilan putusan atas perkara perselisihan hasil pemilihan Presiden, pemilihan anggota legislatif, serta pemilihan kepala daerah yang berpotensi menimbulkan benturan kepentingan. Putusan MKMK itulah yang menjadi dasar terbitnya putusan Mahkamah Nomor 17 Tahun 2023 untuk mengganti Anwar dengan Soeharto Yo. Franky Simbolon dalam keterangan tertulis, berkata, Putusan itu penuh kejanggalan, bertentangan dengan hukum, dan merugikan klien kami. Franky mengatakan keberatan itu didasari ketentuan yang tercantum dalam Pasal 75 Ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan. Keberatan Anwar ini menjadi upaya administrasi kepada Mahkamah Konstitusi yang telah mengangkat Soeharto Yo sebagai ketua MK yang baru. Selain mengajukan upaya administrasi ke Mahkamah Konstitusi, kata Franky, kuasa hukum Anwar berencana mendaftarkan gugatan kepengadilan tinggi tata usaha negara. Langkah ini sesuai dengan Pasal 2 Ayat 1 dan Ayat 2 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 tentang pedoman penyelesaian sengketa tindakan pemerintahan dan kewenangan mengadili perbuatan melawan hukum oleh badan dan atau pejabat pemerintahan. Karena itu, Franky berharap Mahkamah Konstitusi dapat meninjau ulang putusan Nomor 17 Tahun 2023 tersebut. Ia berkata, Kami meminta untuk membatalkan putusan tersebut. Ahli hukum tata negara dari Universitas Mula Warman, Herdiansyah Hamzah Castro, menilai upaya administrasi yang diajukan Anwar Usman terlalu berlebihan. Paling tidak, langkah ini memperlihatkan bahwa Anwar tidak rela dilengsarkan dari posisi ketua MK. Alih-alih mengedepakan sikap kenegarawanan, ia justru menunjukkan syahwat politik yang cukup besar. Herdiansyah berkata, Ini juga menandakan ketidakpahaman Anwar Usman terhadap putusan MK yang sifatnya final dan mengikat. Menurut Herdiansyah, upaya administrasi berupa keberatan atau banding memang diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023. Upaya itu akan wajar dilakukan bila Anwar diberhentikan sebagai hakim konstitusi. Ia berkata, Tapi dia kan tidak diberhentikan, hanya jabatan ketuanya yang dicopot. Mantan hakim konstitusi, I. Dewa Gede Palguna, berpendapat serupa. Menurut dia, Anwar tidak mesti menunjukkan keberatan atas pengangkatan Suhartoyo dengan mengajukan upaya banding administrasi. Sebab, MKMK hanya mencopot jabatan Anwar sebagai ketua, bukan sebagai hakim konstitusi. Ia berkata, Jadi, menurut saya, ini tidak perlu dilakukan. Terlebih, Mahkamah Konstitusi membutuhkan figur hakim yang mampu mengisi kursi pemimpin untuk menjalankan kegiatan operasional. Palguna memahami keberatan yang dirasakan Anwar itu. Namun Anwar juga harus memahami bahwa putusan mahkamah yang mengangkat Suhartoyo sebagai ketua MK tidak cukup ditolak hanya dengan dalil keberatan. Palguna berkata, Alasannya tidak kuat. Laporan ini disusun oleh Andi Adam Faturahman. Anda juga bisa membaca informasi harian komprehensif lainnya, dengan mengakses koran.tempo.co atau mengunduh aplikasi Tempo.