Home Page
cover of 2022 09 23 Tangan yang tulus dan Hati yang Rela
2022 09 23 Tangan yang tulus dan Hati yang Rela

2022 09 23 Tangan yang tulus dan Hati yang Rela

Widi Pranoto

0 followers

00:00-09:11

Sapaan pagi oleh Pdt. Esti W. M.Min

Audio hosting, extended storage and much more

AI Mastering

Transcription

The speaker begins by greeting the audience and emphasizing the importance of listening to God's word. They then reflect on the idea of giving and helping those in need, stating that it is more blessed to give than to receive. They acknowledge that this philosophy may not be perfect but believe it holds value in life. They discuss the impact of individualism in today's fast-paced world and how it can lead to self-centered thinking. They address common concerns about giving and emphasize that it is not just about financial contributions but also about warmth, care, and presence. The speaker encourages listeners to be willing to give themselves in various ways and to have a heart moved by God's love. They conclude by expressing gratitude to God for teaching them about sincerity and willingness and pray for the ability to live out these principles in their daily lives. Selamat pagi Saudara, kembali kita ada di dalam sapaan pagi, mendengarkan Tuhan menyapa kita di dalam firmannya. Namun sebelum kita mendengar sapaan dalam firman itu, mari teduhkan hatimu dan kita berdoa. Ya Tuhan, hari baru telah kau berikan dalam hidup kami kesempatan dalam waktu yang begitu indah untuk terus belajar, memaknainya seturut kehendakmu, dengan setia mendengar engkau melalui firmanmu. Karena itu mampukan kami untuk mendengar, merasakan, dan memahami serta melakukan dalam hidup secara nyata. Amin Sapaan dalam firmannya, pada saat ini kita terima melalui kisah para Rasul 20 di ayat 35. Dalam segala sesuatu yang telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian, kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus. Sebab ia sendiri telah mengatakan, adalah lebih berbahagia memberi daripada menerima. Saudara ku, pernahkah mendengar sebuah falsafah yang begitu indah yang mengungkapkan demikian, yang artinya lebih baik tangan yang memberi daripada tangan yang sekadar menerima. Ya, kandadi tidak sepenuhnya sih bersifat sempurna atau masih dapat diberi kritik di beberapa bagiannya. Saya tetap meyakini bahwa di dalam falsafah itu terkandung nilai yang luhur dan berguna bagi kehidupan. Melalui penggalan kalimat tersebut, kita kembali disadarkan pentingnya memberi yang lahir dari kesadaran diri sendiri dalam tujuan untuk menolong atau meringankan beban sesama kita dalam penderitaan yang dialami. Saudara, di era yang penuh dengan kemajuan teknologi dan pemikiran, mungkin falsafah sederhana ini sudah jarang terdengar atau bahkan ditinggalkan oleh banyak orang. Tidak heran, di zaman yang serba cepat seperti saat ini, banyak dari kita yang semakin individualis terjebak dalam sindrom yang menjadikan diri sendiri pusat dari segala kehidupan yang ada tanpa menghilaukan keberadaan yang lain. Sedara, dampak dari sindrom ini adalah pemikiran seperti saya yang paling sulit, saya yang menderita, saya yang menerima kehidupan penuh cobaan, sehingga seharusnya saya dibantu, saya ditolong, saya diperhatikan. Sedara, saya takut jika saya memberi nanti saya akan kekurangan. Ada yang mengatakan begitu. Saya tidak punya apa-apa untuk diberikan dan berkembang pemahaman yang beragam tentang hal ini. Kelimat-kelimat ini mungkin muncul dari pikiran kita saat kita tidak memberi, namun ingatkah sedara menurut Yesus, orang yang memberikan terbaik tidak dilihat dari kuantitas, tetapi tangan yang tulus dan hati yang rela memberi. Paulus dalam teks kisah para rasul 20 ayat 35 mengingatkan untuk dengan setia mau menolong sesama kita dalam kesulitannya. Semari terus mengingat dan menanamkan perkataan Yesus dalam hidup kita. Kita tidak harus menunggu hidup berlebih, hidup yang menurut kita segalanya ada dan kita baru mau memberi. Kita diingatkan pemberian tidak selalu terbatas hanya dalam bentuk finansial saja. Pemberian juga termasuk sebuah kehangatan, kepedulian, kehadiran dalam banyak cara bagi sesama dan citaan Tuhan lainnya. Lantas refleksinya bagi kita adalah, maukah kita menjadi hati dan tangan yang rela hadir dan memberi diri kepada yang lain? Memberi diri dalam kepedulian dengan berbagai bentuk, berbagai cara. Mari sederah terus milikilah hati yang rela dan tangan yang tulus, hati dan tangan yang bergerak dari roh cinta dan kasih Tuhan. Ya ada dan merengguhmu untuk melakukan perbuatan baiknya. Kita akan akhiri syapaan pada pagi hari ini. Mari sederah teduhkan hatimu kita berdoa. Terima kasih Tuhan kau memberikan pengajaran kepada kami dalam hidup ini, ketulusan dan kerelaan dalam hati kami dan hidup yang kami jalani. Untuk berbagi, untuk merasakan sukacita kehidupan bersama, di antara kerapuhan dan ketidakberdayaan kami sejatinya untuk melakukan banyak perbuatan kasihmu itu. Namun kami sadar pengajaran itu menolong kami untuk terus bertumbuh dalam segala kebaikan. Karena itu terima kasih ya Tuhan, mampukan kami mewujudkan hal itu di dalam laku hidup kami. Mampukan kami untuk mewujudkan itu di dalam segenap kehidupan yang kami jalani. Hanya padamu Tuhan kami berserah, hanya di dalam engkau, Tuhan Yesus sumber cinta dan kasih yang sejati. Yang seutuh hidup memberi dan rela untuk dengan tulus hati memberikan kehidupanmu bagi kehidupan kami. Dalam engkau jurus selamat kami yang sejati, doa ini kami naikkan. Amin. Saudara ku, demikian rasapaan pada pagi hari ini terus, dengarkan Tuhan menyapa kita di dalam firmanya. Saudara bersama saya, SPDDS Tuti, Perniata Jemaat Gereja Kristen Jawa Pakem, ada di lereng Gunung Merapi. Tuhan memberkati.

Other Creators