Home Page
cover of Podcast with laras
Podcast with laras

Podcast with laras

Ayu

0 followers

00:00-47:28

Nothing to say, yet

Podcastspeechsilenceinsidesmall roomhiccup

Audio hosting, extended storage and much more

AI Mastering

Transcription

The podcast discusses the concerns and expectations surrounding getting married before the age of 30. The speaker mentions the importance of being mentally and financially prepared for marriage and not rushing into it. They also highlight the different perspectives on being a stay-at-home spouse versus having a career. The speaker shares their own thoughts and experiences on the topic and mentions the desire to have their own stability before getting married. They discuss the process of finding the right partner and how it is not always easy. The speaker also mentions the benefits of being single and having the freedom to explore and focus on personal goals. They express occasional feelings of envy towards friends who are already married and settled, but also acknowledge the importance of appreciating their own journey. The speaker also touches on the challenges of finding a job and the desire for a fulfilling career and family life. Selamat datang di podcast Gajang Ijo. Ring-ding-ding-ding-ding-ding. Gimana musiknya? Hari ini kita akan membahas suatu topik yang mungkin cukup rilet ya dengan kehidupan kita menjelang usia 30. Walaupun belum 30 sih, mungkin 1 tahun, 2 tahun lagi baru kita menginjak 30. Nah tapi ada beberapa concern dari orang-orang seumuran kita yang mungkin belum mencapai hal-hal yang sepatutnya sudah dicapai. Salah satunya ini mungkin tentang rencana untuk menikah. Oke berarti dari kamu itu, menurut kamu ya, hal yang harus kita capai sebelum umur 30 ini adalah menikah. Nah, kamu sendiri ada nggak sih rencana menikah dalam waktu dekat? Kalau aku sendiri belum ada ya, kalau belum waktu dekat. Karena jujur aja kalau kondisi sekarang aku merasa belum benar-benar settle, artinya punya pekerjaan yang stable gitu ya. Terus udah gitu, secara mental juga yang namanya menikah itu kan harus dipersiapkan karena nggak cuma antara 2 orang, tapi juga antara keluarga gitu kan. Dan menurut aku yang namanya menikah itu seharusnya kita nggak diburu-buru. Karena menikah itu benar-benar harus punya kesiapan mental karena kita ngelakuin keluarga, apalagi nanti kalau udah punya anak. Cukup punya ilmu, bukan buat mendidik anak aja ya, tapi buat sama pasangan juga misalnya. Terus yang kedua, aku ngerasa kalaupun kita udah nikah nanti, memang ada orang yang berumur 30 memang provider-nya solely dari si suaminya misalnya kan. Provider itu maksudnya telepon sel, industri? Provider itu yang menangkis hati, yang besar kehidupan sehari-hari. Terus aku ngerasanya, kalau aku personally, kalau mau punya keluarga, tembang keluarga, dan udah nikah, aku pengen punya pegangan sendiri juga. Karena juga aku misalnya, aku pengen tetap bisa ngasih ke orang tua. Terus aku juga, pokoknya pengen ngerasa, kalau aku tuh udah settle dulu sama diri sendiri. Udah ngerasa cukup siap, mental, financially, dan segalanya, sebelum nikah. Nah, itu saat ini belum tercapai. Jadi aku belum berencana untuk menikah dalam waktu dekat. Tapi kan sebenarnya, kalau di agama aku Islam ya. Jadi kalau di agama kan, ada yang bilang juga, kalau sebagai istri, sebenarnya kan, nafkah itu tetap harus dari suami ya. Kita boleh bekerja, kalau kita punya uang yang cukup, boleh kita simpen sendiri, tapi tetap aja suami itu tetap harus nafkahi, harus untuk keluarga. Dan aku setuju segitu aja, menurut aku itu juga. Karena itu menguntungkan kita ya. Karena orang itu ada yang beda. Dan aku gak pernah menganggap bahwa ibu rumah tangga yang gak bekerja itu sebagai sesuatu yang gak baik. Atau misalnya, harusnya tetap bekerja juga. Enggak, menurut aku itu pilihan masing-masing. Ada orang yang mau tinggal di rumah, dia cuma, dia pengen jadi ibu rumah tangga, mengurus anaknya, menjaga anaknya, dan dia beranggapan suaminya itu cukup untuk menghidupi keluarganya lah. Kalau aku, personal ini ngerasa kerja itu juga bukan untuk uang aja. Aku ngerasa itu juga untuk identitas diri aku, sekilas juga. Ada juga, walaupun sudah menikah, bukan berarti, ada yang ingin aku capai juga, walaupun aku sudah menikah. Ada mempunyai pilihan, mungkin itu bangun usaha, atau misalnya kita bangun bisnis sendiri, misalnya kamu pengen punya rumah sendiri, atau pengen membiayai orang tua kamu juga. Itu bagian dari identitas diri, bagian dari mimpi juga, dan aku ngerasa kalau kamu nikah itu seharusnya bukan jadi hambatan. Mungkin olahraga. Tapi ya, itu pilihan pribadi sih menurut aku. Jadi, ya itu seperti itu. Memang, kita kan kalau misalnya memilih orang ini, yang benar itu kan untuk sumber hidup ya, perbuatanku nikah itu. Jadi, yang namanya nyari orang itu juga gak bisa cepat-cepat, yang ada aja gitu loh. Yang harus punya visi-visi yang sama dalam hidup, terus juga, ya pokoknya semuanya harus benar-benar dipikirin lah. Memang, ada yang bilang kalau misalnya, ya jodoh itu kan pasti semua orang ada lah. Cuman ya, kita memang harus berdoa, berusaha, dan kalau memang ada kita ketemu orang yang, yaudah nikah aja, walaupun kamu gak berencana gitu loh. Kayak, ah tapi aku kayaknya mau nikah nanti deh, berapa tahun nanti. Tapi kalau udah ada orang yang benar, yaudah aku datangin. Tiba-tiba kamu kepapasan gitu, sama orang di tengah jalan. Oh, ini nih cocok nih, besok nikah. Itu di jalan sama siapa ya gara-gara? Ketemu gitu di jalan. Sama siapa kayaknya yang lagi jogging gitu. Terus langsung kepapasan, langsung oh ya ampun, ternyata dia orangnya, terus langsung nikah gitu. Ya enggak, langsung nikah. Jadi kan ada prosesnya. Mungkin ada kejadian tabrakan gitu kan, kayak di FTP-FTP. Ya Allah, kok mimpi kamu gitu, ketemunya pas kanan gitu. Enggak, nggak tabrakan apa deh, tabrak badan gitu, bukan tabrak kendaraan. Aku sih nggak sampes kayak gitu ya, itu kayaknya kenaikron banget gitu ya, tabrakan. Coba yang baik-baik aja, ketemu dia di mana. Atau gini deh, kamu lagi naik, boat travelling kemana gitu, naik pesawat, terus sebelahan terusnya. Pesawatnya jatuh gitu? Enggak, nggak gitu. Ya sebelahan dulu. Terus coba ngobrol, eh ternyata nyambung gitu, panjang jalan jadi terlutut. Tukeran nomor. Mimpi-mimpi. Tapi bagus sih, yang pentingnya daripada ketabrakan, terus kayak ketemu di jalan gitu, kayak nemu uang aja. Ya itu masih preferable lah ya, kalau ketemunya di pesawat, lagi travelling, nomor. Kita ya, ya open-minded aja sih, kalau cara-cara. Ya, kita terpercaya. Terus? Kalau kamu gimana nih? Kalau kamu gimana? Jadi kan itu aku ya, pendapat soal, kapan di-targeting, pikiran atau belum. Kamu gimana? Ya, kalau aku, sudah lewat, nggak sangat lewat ya. Karena, waktu ya, karena rencana awal aku itu tuh, sebenernya di umur-umur, 2, 24, 25, kayak gitu kan. Tapi ternyata, takdir berkata lain. Di saat aku pikir, ah mau nikah cepat nih, karena mungkin dulu, emang aku tuh, punya, punya pujian hati. Ya, nggak elas. Yang memang udah benar-benar mateng, tapi kan kenyataannya, nggak sejalan. Jadi, yaudah, habis itu aku jalanin aja. Walaupun tetap pengen sih. Pengen. Segera. Tapi, aku nggak ketemu-temu, sampai sekarang. Sampai akhirnya kan, mungkin dikasih jalan lain, di sibuk kerja, sampai, nggak ada ruang nih, aku buat mikirin begituan. Kerja, kerja, lupa. Terus, ya sempurna. Akhirnya kan, kepikiran aja sih, kalau sekarang. Tapi aku juga kayak kamu, kalau misalnya, tiba-tiba ada yang, dateng, dan cocok, ya aku nggak nolak. Dari, kemarin-kemarin kan, aku udah berusaha ya, untuk mencari. Itu udah, dikenalin juga, ke beberapa orang. Tapi, ngobrol-ngobrol-ngobrol, ternyata, nggak cocok. Gitu lah. Jadi, drama-drama kehidupan, saat aku suka, orangnya nggak suka. Yang baru-baru ini, kapan ya? Aku belum dengar ceritanya. Itu nggak usah diceritain lah, itu nggak usah diceritain. Ya, nanti itu, nyajal off the record lah ya. Betul. Sebenernya nggak usah diceritain juga sih, karena kan itu, Sebenernya harusnya diceritain. Membuka luka lama. Oh, mau jadi luka? Ya, iyalah. Siapa coba yang tidak terluka? Tapi, efek dari situ, banyak virus. Kayak, ya aku kehilangannya. Sampai, 6 kilo sih, itu sebenernya triggernya bukan dari dia juga. Karena emang, ya tau lah, kalau awal-awal kita nggak enak hati kan, terus tinggal nabung makan. Aku malas baliknya. Terus? Terus nilai nabung makan, ya mungkin turun 1 kilo, 2 kilo. Terus dari situ aku mikir, ah nanggung lah, kepalang gitu, kenapa nggak aku bener-bener fokusin sekalian gitu, untuk buat badan jadi lebih sehat, dan lebih ramping. Oke. Cuman kan nih, kita teman-teman di sekitar kita nih, udah pada nikah ya, udah punya anak-anak juga gitu kan. Walaupun ada juga yang belum ya, gitu kan. Nah, gimana perasaan kita nih, setelah ngeliat teman-teman, apa namanya, udah pada nikah. Kamu gimana? Aku sih kadang, aduh, ya bukan kadang sih, sering kali aku mikir, aduh kapan ya, bisa kayak gitu. Pendingan aku bisa ada di posisi mereka, yang bilang, aku pengen, jadi kayak mereka, pengen gitu. Tapi, lagi-lagi, ada banyak hal yang harus kita syukurin. Gitu. Pertama mungkin, kita masih dikasih kesempatan, buat sendiri, supaya kita bisa explore lebih banyak. Kayak, kalau aku sih ngerasa sekarang, wah, kalau misalnya aku, udah nikah nih, di umur sekarang, mungkin aku gak bisa, gak bisa naik gunung, gitu. Mungkin aku sekarang udah sibuk, ngurusin anak, terus, ngurusin suami, gitu. Gak bisa fokus ke diri aku sendiri. Nah, sedangkan sekarang tuh kayak aku, hidup aku tuh, boleh dibilang lah gitu, udah nyaman. Aku bisa, jalanin apa aja yang aku mau. Misalnya kayak, jalanin hobi aku, terus, fokus ke badan, fokus ke kesehatan, terus, berteman. Ya, kayak, ketemu kamu, ketemu temen-temen yang lain, ke TV, jalan-jalan, kayak gitu. Jadi, memang mungkin kita, boleh ya, ngeliat orang lain. Tapi, itu cuma dijadiin, kayak motivasi aja, gitu. Bukan, dijadiin, di, apa ya, dijadiin tempat, untuk kita, terlalu berlarut-larut, dalam kesedihan. Dan, menantang motivasi. Gitu sih. Kalau, kamu gimana? Kalau aku sih, masalahnya karena, aku belum dapat kerjaan ya. Jadi, aku, gak ada sesuatu, yang bisa nge-distract, aku dari, apa ya, hal-hal yang kayak gitu. Misalnya, aku ngeliatin Instagram nih, gitu ya. Terus, aku ngeliatin lah, ada yang nikah, banyak ya, temen kita yang udah pada nikah. Aku ngeliatin, oh my God, ketinggalan banget ini. Kayak, ngerasa, kenapa, yang ini lagi, ngobrolannya udah kayak, parenting, gitu ya. Misalnya, atau, lagi liburan sama keluarganya, gitu kan. Dan, aku ngerasa, karena, apa ya, aku kan sebelumnya bilang nih, kalau misalnya, pada saat nanti setelah nikah, aku tetap pengen kerja, misalnya kan. Dan, aku ngeliat, temen-temen yang gitu, mereka karir lancar, gitu ya. Keluarganya juga lancar. Sibuk, tapi, yang asik gitu loh. Itu adalah impian aku. Itu impian aku sekarang. Karena, setel itu, rasa setelmen. Kalau, kamu itu udah, mencapai titik hidup kamu, yang udah gak ada, kayak, masalah pasti ada ya. Tapi, gak, kamu ada tujuan, ada goals lah. Ini gimana, gimana, gimana. Di kerjaan, atau di keluarga, misalnya, kamu ada goal, bawa anak kamu nanti, mau masuk sekolah di sini, misalnya. Atau ada tes, atau apa. Pokoknya ada sesuatu yang, harus mereka capai. Nah, sementara, mungkin karena, pasti ada di, titik yang beda-beda gitu lah ya. Mungkin ada juga, yang ngedengerin podcastnya, dan ngerasa, dia tuh lagi kayak, gak di titik mana-mana gitu. Gak di karir, gak juga di, pernikahan, gitu ya. Kayak, titik kebingungan gitu lah. Kayak, tengah-tengah, gak jelas gitu kan. Aku tuh mau jadi? Aku tuh maunya gimana, sebenarnya. Mau, mau kerja, belum dapet, mau nikah juga, anak-anak orangnya, gak ada. Orang kita, di rumah doang, misalnya kan. Di rumah, terus, lagi-lagi kerja. Jadi, serba gak tau, mau gimana. Orang-orang yang kayak gitu, kayak aku deh sekarang, pasti lebih, berasa efeknya, ngeliat temen-temen kita, yang udah berkeluarga. Jadi, kalau aku, kalau ditanya perasaan diri, ya iya itu. Ya, apa ya, ada rasa ketakutan, udah umur segini, ada gak ya, gini-gini. Di saat yang sama, juga ngerasa, kalau, orang yang baru mau mulai karir, udah umur segini, ya, bentar lagi 30 nih, gitu ya. Jadi, ada pertanyaan kayak gitu kan, dari keluarga, dsb. Tapi, aku balik lagi sih, ke goals aku sebelumnya. Kalau memang gak ada, belum ada orang yang tepat, jangan, apa ya, mendesak, dan memaksakan untuk menikah, daripada kamu nyesel di akhir, gitu loh. Kan, karena itu, umur hidup. Jadi, harus, orang yang sempurna, gak ada sih memang. Kita juga gak boleh terlalu kayak, yang perfect dan, sempurna banget, buat pasangan kita. Kan, gak akan ada, gitu loh. Jadi, yang paling sedikit lah, ininya yang, apa ya, yang kita gak bisa tolerir, hal-hal, yang gak bisa, misalnya, kalau udah sama itu, udah gak bisa diingin ya. Cuman kayak misalnya, aduh, ketemu orang, tapi dia tuh kayak apa ya, kayak, orangnya tuh, kayak main game, aku gak suka, gak suka nih, cowok yang main game terus, misalnya. Itu kan, agak susah ya. Maksudnya, orang-orang cowok-cowok, gak suka pada main game, gitu kan. Ada yang, selama kita masih bisa tolerir lah ya, mainnya pada baik semua, kriterianya, menurut aku, ya, ya intinya, bisa saling lengkapi lah, dan ada berapa persennya, yang sesuai dengan, kriteria kita itu. Jadi ya, itu sih, tapi ya, ingat, balik lagi ke, yang jangan maksa, gitu ya, kalau menurut aku, resolusinya, kalau mau nikah tuh, umur itu, umur itu, umur itu gak ada yang tahu, dan, jangan dijadikan, terus aduh, kayak panik, karena ngeliat orang-orang, temen-temen pada banyak ini, daripada, hidup gak jelas, yaudah nikah aja kan, itu pemikiran dulu ya, sebenarnya harusnya gak kayak gitu, karena, nikah tuh jauh lebih, susah lagi gitu loh, dari, sekolah lah, kerjaan, karena itu bener-bener, ujian hidup lah kali ya, itu menurut, ujian seumur hidup, ujian seumur hidup, gitu loh, apalagi kalau udah punya anak, nambah lagi tuh, ujiannya, gitu kan, jadi, bener-bener harus siap, ketemu orang yang tepat, yang gak bikin kita yakin, juga, yaudah, baru nikah, itu sih, kalau menurut aku solusinya, dan, jangan sampai kita kehilangan, diri sendiri aja gitu loh, karena kita, rasa terdesak, dengan umur, atau, yang lain-lain. Bener. Tapi, kamu ini ngerasa gak sih, kayak kita sekarang masih, dikasih kesempatan, untuk, belajar dulu gitu, dari, bukan dari kehidupan kita, tapi mungkin dari teman-teman kita, dari pengalaman, teman-teman kita, atau, parenting itu, gak harus kita punya anak dulu, baru belajar, tapi kan, kita siapin, dari sekarang gitu, kayak kita, baca-baca kuku, atau kita, ngeliat gimana, gaya parenting, teman-teman kita, orang tua kita, atau mungkin, saudara-saudara, kita, tante, om, kayak gitu. Nah, sampai akhirnya nanti, kita menemukan nih, oh, gaya kita nanti, akan dibuat kayak gini, gitu. Jadi, persiapannya lebih matang. Dan pendidikan anakan, yang pertama dari orang tuanya dulu, dari rumah dulu kan, jadi aku merasa, wah bener, mau ayah, mau ibunya, dua-duanya menurut aku harus, punya cukup ilmu, tentang parenting, kalau menurut aku ya, harus siap-siap banget, gitu loh. Dan, bahkan, hubungan kita sama pasangan, itu juga harus, kita harus belajar, karena kan anak ngeliat tuh, sehari-hari gimana kan, suami, ibu, ibunya ya, jadi itu juga, hubungan sama suami, sama istri, itu harus benar-benar baik juga, jadi, kita, mendidik anaknya juga, dengan dalam lingkungan, yang baik lah, yang, emosionally stable lah. Ya benar, jadi kayak, kita juga ngeliat, dari teman-teman kita kan, memang gini, karena ada juga, ada permasalahan, pernikahan yang diceritain, kita misalnya, dari teman kita yang gak nikah nih ya, ada yang malah jadi bikin, kita agak takut gak sih, misalnya mau nikah, aduh gimana nih ya, kalau misalnya masalahnya gini, bisa gak ya, nanti aku setelah nikah, menghadapi hal-hal seperti ini, gitu kan, itu sejujurnya, juga ada hal-hal yang, membuat aku jadi kayak, apa ya, ragu, atau merasa takut gitu ya, untuk, mau nikah gitu kan, atau segala macem, apalagi yang, wah marah banget nih, di sosial media, persulingkuan, atau segala macem, gini-gini gitu kan, itu kan, bikin kita jadi yang, tadinya mau nikah, jadi ah ya udah lah, nanti aja lagi lah, kalau ngeliatnya kayak gini, gitu kan, setelah aku nanya-nanya juga gitu kan, sama yang lain, kebanyakan sih, akar masalahnya itu, balik lagi, karena gak siap, karena waktu itu buru-buru, misalnya, atau gak begitu kenal banget, sama, suami, calon suami, bahkan keluarganya, pun bisa ada masalah, gitu ya, masalah-masalah, hal kayak finansial tuh, kebanyakan juga, nah, dari situ makanya kita kan jadi, yang belum nikah ini bisa belajar, gitu kan, yang namanya, sebelumnya itu harus, bener-bener banget, kenalin, calon suami kita, dari keluarganya, dari temen-temennya, dari, ya lingkungannya dia, kayak gimana, yang kedua, hal-hal kayak finansial, mendidik anak gimana, itu bahkan harus diobrolin, jauh-jauh hari, gitu, jadi kita bisa, bener-bener, tahu gak nyesel, dan menghindari, tapi, tetap pasti ada masalah lah, namanya juga rumah tangga ya, tetap, tapi ya, kita, hal-hal yang utama tuh, harus punya, visi-visi yang sama lah, gitu loh, mungkin, nanti pas udah prakteknya, ada aja belok-belok, mungkin ya, tapi kan kita bisa, ingetin satu sama lain, kalau, kita tuh dulu kayak gini loh, punya visi-visi seperti ini, tapi kalau kamu gimana nih, kamu ngerasa gak, kalau denger lihat berita-berita, terus ada temen yang bermasalah, anggapan kamu gimana, apakah itu mempengaruhi, apa ya, niat kamu gitu, atau keinginan kamu untuk nikah, kalau dari berita-berita negatif, yang sekarang kemunculan ya, kayak, persendirian, terus misalnya, anak, jadi nakal, kayak gitu, menurut aku itu ya, balik lagi ke orang tuanya gitu, mungkin dulu pas awal, awal dari selingkuh dulu deh, kalau selingkuh kan kita, aku, sampai sekarang pun masih skeptis ya, sama cowok, jujur, masih skeptis, jadi menurut aku, gimana tuh skeptis, ya kalau menurut aku, emang itu sifat dasarnya lelaki gitu, mereka, sulit untuk bertahan, pada, satu wanita, apalagi misalnya, ya, banyak juga kok perempuan-perempuan yang, mereka cantik, terus pinter, terus dia, cenderung, hampir sempurna lah, tapi kenapa gitu cowoknya selingkuh, yang menurut aku itu, kembali lagi ya, salah ke cowoknya, enggak pun, enggak cuma laki-laki sih, perempuan juga ada yang selingkuh, itu karena kurangnya, kurang kuatnya iman mereka, kalau menurut aku ya, kalau mereka, imannya kuat gitu, bukan, cuma modal cinta doang, kalau nanti udah jalan, beberapa tahun pernikahan, dan pada akhirnya, mereka sampai di, aduh, jenuh nih sama pasangan aku gitu, pas ada itu, itu pasti ada, aku gak bisa nolak ya, karena pasti setiap pasangan, merasakan itu, cuma kan, balik lagi, yang kami bilang, visi awal, sebelum nikah, kita temu apa sih gitu, kalau emang tujuannya, dari awal, karena cinta, cinta itu bisa memudar, aku masih meyakini itu, ini buat aku, jangan hanya, sekedar modal cinta, tapi, kita juga harus, punya visi yang sama gitu, visi yang sama, dan juga, punya, keimanan, karena walaupun, visinya sama, tapi kita gak punya iman, misalnya, kita ngerasa gak cocok dikit, terus kita kepikiran buat pisah, dengan mudahnya kita pisah gitu, tapi kalau misalnya, kita masih punya keyakinan itu, ah gak boleh nih, pisah, karena dari awal, kita tuh sudah menentukan, akan hidup sama dia, apapun resikonya, setelah menikah, kita akan hadapin itu, bareng-bareng gitu, gitu sih, kalau menurut aku, itu pertama, soal kesengkuhan, kedua, kalau soal anak yang nakal, setiap anak kecilnya, terutama, itu kan pasti, ada, bakat sifat, apa ya, kita gak bisa, ngelarang, tapi waktu mereka tumbuh, mereka akan tumbuh, sesuai dengan, didikan kita, selain yang pertama, itu kan pasti, watak kita, yang akan, turun ke anak, gitu, dari watak kita, dari pemikiran kita, nah pasti, ada juga, pola asli kita, yang diterna oleh anak itu, nah, mulai tumbuh, mulai tumbuh, mulai tumbuh, mereka juga pasti akan, mulai belajar, ada lingkungannya, jadi ada pengaruh lingkungan juga, yang bisa ngebentuk mereka, nah, tapi dasarnya itu adalah, orang tua, keluarga, dan siapa yang mengasuh anak itu, gitu, jadi, kalau dari kecil, fondasinya itu nggak kuat, ya, pas gede itu akan terbentuknya, jadi kayak gitu, contoh ya, contoh, kita ambil, kasus, anak yang ini, anak-anak pejabat, yang ditangkep, dari Udandi, ya, intinya, ya, itu masalah bagian parenting lah ya, yang, yang ditangkep, itu kan di penjara, iya, betul, ya, kalau menurut aku ya, itu tuh, karena memang, mungkin, sehingga dari kecil, selalu digasakan hidup, enak, dan mewah, ya, kita juga lihat kan, bapaknya pejabat, terus, punya duit, gitu, apa-apa diturutin, sampai, mungkin, sampai sekarang pun, dimasukin sebagai tersangka, kan pasti ada upaya bapaknya, buat menyelamatin dia, gitu, apa ya, jadi, biar ekspresi anaknya, kayak, ya, nggak ada ngerasa bertalah aja, gitu, kalau menurut aku sih, itu ya, gimana cara orang perwajiannya didingnya, waktu kecil, gitu, mungkin, mungkin, mereka boleh punya banyak duit, tapi, nggak setiap keinginan anak itu, harus dipenuhin, gitu, itu yang buat mereka, nanti, saat dewasa itu, mudah goyah, karena dari kecil, mereka, nggak dilatih, buat menghadapi masalah, gitu, jadi panjang, jadi ya, anak pejabat jadinya, ya, biar, dari ini, ya, bukan soal kita doang, kan, tapi, kalau, kamu kan bilang, kalau misalnya, nanti nikah, ya, karena sama seumur hidup, ya, pokoknya karena udah janji seumur hidup, ya udah, kita memang harus ngadepin sama seumur hidup, segala macam, tapi, kamu mau memaklumi nggak, kalau misalnya, karena gini ya, mungkin kita, visi misi itu, udah sama di awal, tapi bener-bener, yang namanya pernikahan itu ujian ya, dan mungkin, ya, mungkin aja, salah satu, dari pasangan itu, misalnya, akhirnya, nggak punya, visi misi yang sama, dan dia, apa ya, melanggar janjinya, gitu, kalau kita, atau gimana, misalnya, apakah, kita udah janji di awal, mau memaklumi, mau menghadapinya bersama-sama, kamu, bisa nggak, memaafkan persingkuhan, kalau aku, misalnya ya, aku merasa, nggak bisa, kalau aku ya, cuma, kalau kamu gimana, jadi aku kepikiran aja, pas kamu, iya, ini, pertanyaan yang berat sih, soalnya kalau kita, nggak memaklumi, terus akhirnya, harus berpisah, itu, kasian ke anak-anaknya, pertama kan, kita harus, pengertian juga, ke anak-anak, gitu, dan, yang kedua, pengertiannya itu, jangan, menjatuhkan, ayahnya, karena bagaimanapun, kan itu, ayah, ayah mereka, gitu, ayah anak-anak, gitu, kalau buat aku ya, kalau aku sih, kamu masih mau memaklumi? nggak, aku nggak bisa memaklumi, kalau aku sudah pasti, aku akan minta pisah, tapi, aku nggak bisa memaklumi, kalau aku sudah pasti, aku akan minta pisah, tapi, komunikasi sama anak-anak, itu, masih harus, tetap, di lanjut, jadi, bukan pisah yang, mutus komunikasi mereka, gitu, bisa, oke, bisa, tapi, bagaimanapun, dia harus, bertanggung jawab, atas perlakuan dia, jadi, dia harus, menafkahi, walaupun kita pisah, dia tetap harus menafkahi, karena, ya itu, masih tanggung jawab dia, gitu, terus, yang kedua, dia juga tetap harus, jadi, terus, jadi, seorang ayah, dari anak-anaknya, jadi, nggak boleh, walaupun pisah, dia tetap harus rutin ketemu, nanti mungkin di jadwalin, gitu, ya, seminggu, sekali, gitu, supaya, anak-anaknya, tidak kehilangan sosok ayah, intinya kamu, walaupun, kita sudah, apa ya, disini sih, pengen dari awal, bersama-sama, dan dia mungkin, merasa, mungkin, tapi kan ini, baru sekali nih, misalnya dia bilang, tadi aku pikir, kamu bilang, ya gimana ya, kan kita memang harus, sama-sama, aku pikir kamu bilang, bakal memaklumkan, aku sih, bakal bilang enggak, kalau selingkuh, walaupun, sekali aja ya, terus kamu tadi kan bilang, kalau ada anak-anak, nanti gimana, kalau aku, ngerasanya, ada dua yang, enggak sih, tiga, sebenarnya, yang nggak bisa aku, ini banget, contohnya itu, selingkuh, kerasan dalam, enggak, dan yang ketiga itu, dia, masalah financial, jadi gini, kalau misalnya, kekerasan dalam rumah tangga, enggak bisa aku maafin, sekali aja kejadian, karena aku merasa, walaupun kita punya anak, dan, segimanapun kita, berusaha nutupin, anak itu pasti tahu, ada yang beda, pasti dari ini, dan nanti mereka tunggu, mereka juga pasti tahu, dan untuk, anak orang tua yang merasa, kalau aku, secara pribadi, pasti orang-orang, pasti beda, untuk anaknya, pasti pengen yang terbaik, tapi mungkin, dengan kondisi, ya udahlah dengan anak, kita bareng-bareng, tapi berantem, tiap hari di dalam rumah, misalnya, itu kan, malah anaknya yang kesiksa, gitu, ngerasanya malah, jadi kayak, rasanya, ada orang tua, belum berpisah, tapi rasanya udah kayak, udah berpisah, karena sehari-hari, kayak nggak punya, orang tua, misalnya, karena, secara emosional, mereka udah, nggak bersama lagi, orang tuanya, udah nggak stabil, situasi rumah, tiap hari berantem, malah kena, mental anaknya, dan aku ngerasa, kasihan banget, anak-anaknya gitu, karena, mereka tahu, dan mereka juga paham, kalau nggak, keluarganya udah baik-baik aja, malah kan, menurut aku, lebih baik yang kayak, kata kamu, misalnya udah pisah, gitu ya, apa namanya, yang pasti tetap, menjaga komunikasi, antara dia, dan bapaknya, gitu kan, gitu, tapi nggak maksain juga ya, karena ada anak juga, yang ngerasa bahwa, nggak mau gitu, kalau misalnya, udah tahu, misalnya, kenapa alasan berpisah itu, misalnya kayak, misalnya kebab, atau gimana, ada anak yang, ya, meskipun ketemu, tapi ada juga yang, nggak mau, nggak terima, nggak terima, karena ibunya diperlakukan, kayak gitu, ya, jadi dia, nggak terima, dan, dan, kalau pun yang nama itu, nggak salah, ya nggak sih, maksudnya, secara agama, secara moral, secara, apa ya, normal masyarakat ya salah, gitu, jadi, itu nggak, dan menurut aku, tapi itu jauh lebih sehat, untuk mental anaknya, daripada, bersama-sama, gitu ya, terus ya, pasti lah, kalau perempuan, atau laki-laki misalnya, pasti lah, satu persennya, udah hampir nggak ada, sebenarnya, pasti lagi kalau udah, jarang sih, ada orang yang, seminggu sekali doang ya, biasanya kalau, sekali nanti ya, ada lagi, lebih pintar aja, nyembunyiinnya, gitu, benar-benar, jadi, ya, terus, kalau menurut agama Islam, yang namanya naskah itu, harus ya, seberapa mampunya, seberapa usahanya, tapi kalau, sampai ada, itu masalah finansial ya, sampai semuanya, sama sekali nggak, apa ya, nggak mau menaskahi, atau, apa sih namanya, dia yang paling parah, kalau misalnya, udah berjudi, gitu ya, atau misalnya, ya, apa ya, berhutang, invest-invest bodoh, ya itu, menurut aku nggak bisa sih, kayak gitu ya, karena itu udah, membahayakan keluarganya juga ya, kalau dia udah masuk ke, ranah itu ya, kayak misalnya, sampai berhutang, mana, untuk bangun, usahanya, atau dia ditawarin investasi, terus itu, menurut aku agak, agak beresiko, gitu, apalagi kalau dia nggak, pegangan, dan dia, terus-terus berhutangan, tapi itu udah nggak aman lagi, untuk, ya, untuk keluarganya lah, gitu lah, menurut aku, jadi ya, tiga itu sih, yang nggak bisa di, proprietarian, menurut aku ya. Tapi sekarang kita udah berpikir, ke arah sana nggak sih, kayak, ya udah lah ya, kita nggak perlu yang parah, berhutang, segala macam, yang penting banyak duit. Oke, tapi dia harus, harus milioner dia, harus kayak, berat banget, gajinya berapa, selingkuh lagi, ya udah gitu, buat anaknya sendiri, malah, lebih banyak keselingkuhannya, yang males banget kan, ya, gitu kan. Tapi memang, laki-laki, kalau udah selingkuh, katanya, nggak masalah, uangnya berapa, atau dia secakep apa, bisa aja, gitu loh, ada aja kesempatannya, gitu loh, kalau ada kemauan, ya, usaha banget, sampai, buat selingkuhannya juga, bisa aja kan. Nah, ngomong-ngomong soal selingkuh nih, aku tadi baru nyari data, di BPS, jadi, jumlah perceraian, tertinggi, selama beberapa tahun itu, ada di tahun, 2022. Dan itu, totalnya itu, sampai dengan, dengan, 516,000, pasaran. Itu pas, pas pandemi, ya, nah, yang bilang, kalau perceraian, muncaknya di pandemi, karena, karena katanya, seumurnya, ngabisin banyak waktu di rumah, dan mereka lebih banyak, berantem, jadinya, selama, itu juga, dan ini, kalau aku telah lagi, penyebab tertinggi, dari perceraian itu, adalah, pertama, itu dari, sisi ekonomi. Jadi, benar dong, kebanyakan orang, berantem, mereka, karena mungkin, sisi ekonomi. Dan ini, persentasenya tinggi banget nih, dibanding, penyebab lainnya ya. Ekonomi sendiri, ini mungkin ada, ya, 80 persennya. Terus, keduanya itu, adalah, ini, meninggalkan, salah satu pihak, aku nggak tahu sih, meninggalkan salah satu pihak, jadi, apa bisa dibilang, selingkuh, atau karena, bukan. Karena, nggak pengen aja gitu. Oh, mungkin ya, menemukan ketidak cocokan gitu. Nah, oh iya, tidak cocok, tidak cocok. Tapi, tetap, jauh banget angkanya tuh, kayak, tadi tuh, masalah ekonomi tuh, ada 110 ribu, kasus, sedangkan, kalau meninggalkan, salah satu pihak ini, cuma 39 ribu, gitu kan. Angkanya, benar-benar, timpang jauh. Nah, terus yang ketiga, kekerasan dalam rumah tangga. Yang ketiga? Iya. Dan ini, lebih jauh lagi sih, angkanya, dari meninggalkan salah satu pihak, dia cuma 4.900, kasus. Gitu. Sisanya ya, ada, karena, koligami, terus, kawin paksa, ada mustat juga nih. Waduh, waduh, waduh. Desilir, mabuk, alkohol, judi, dan lain-lain. Jadi, yang ketiga itu, ada, kekerasan dalam rumah tangga. Nah, makanya, aku kan sebelumnya bilang, yang tiga, yang tiga banget, yang nggak bisa aku tolerer ya, aku akan langsung, memutuskan untuk berpisah, atau bercerai. Kalau itu, kekerasan, ekonomi, sama perselingkuhan. Karena, mungkin ngiranya, kalau ekonominya, kedengerannya kayak, wah kok materialistis, materialistis banget. Namanya juga, kalau itu susah, susah tuh harus dari, kalau udah nikah, ya susah bareng-bareng, gini-gini. Nggak itu maksudnya. Apalagi kalau finansialnya, karena dia, ceroboh, atau apa ya, mengambil tindakan-tindakan, yang emang beresiko, untuk kepentingannya sendiri, atau gimana. Dan itu berefeknya ke keluarganya, dan dia masih keras kepala, untuk terus seperti itu, sementara keluarganya nggak cukup, itu, menurut aku sih, itu udah bisa dijadikan, alasan berpisah ya, sah-sah aja, kalau menurut aku ya. Bukannya kita minta jadi, bilionaire, atau gimana gitu. Cuman kalau udah ngeganggu, kebutuhan sehari-hari, gitu kan. Apalagi kalau buat aku, itu udah nggak, nggak bisa sih, gitu. Benar-benar. Ya apalagi umur-umur kita sekarang kan, udah bisa melihat ya, yang kira-kira dia berpotensi, mafan, sama yang berpotensi, mungkin, akan jadi benalu. Kita kan, kita udah bisa ngelihat nih, orang nih males kerja nih, kayaknya kalau, kita sama dia nanti, bakal, kita yang kerja, dia malah ongkang-ongkang-ongkang, di rumah, tarungan, sambil makan pisang goreng. Itu sensitif banget sih, uang tuh, masalah uangnya dimana-manamu. Ya, pokoknya, intinya kalau kita nggak, nggak sepakat dari awal, tapi kalaupun udah sepakat dari awal, nanti ada aja, misalnya gitu ya, di tangga tengah. Nah itu tuh, memang butuh kematangan ilmu dari, suami, istri juga, tapi juga, ya, kalau menurut aku, karena aku perempuan ya, berarti kan suami ya, aku mengharapin, suami tuh yang, matang gitu, dalam berpikir gitu, tanggung jawab secara, ya, finansial bisa, dan kalau kita ada masalah, juga dia bisa, apa ya, mengambil tindakan-tindakan yang, nggak beresikulah, gitu, kalau menurut aku, yang nggak akan berefek, apa ya, kemungkinan, bisa gede gitu loh masalahnya, karena, berantem soal uang tuh, nggak ada abisnya, apalagi kalau, belum lagi kalau misalnya, tadi aku sempat mention kan, kalau aku, kalau udah nikah, masih pengen tetap kerja, karena aku pengen ngasih orang tua. Nah, kalau misalnya juga, bisa juga jadi masalah kan, misalnya, ada tuh pasangan yang, dia nggak setuju kalau, suaminya masih ngasih, uang ke orang tuanya, atau suaminya nggak setuju, istrinya, ngambil uang bulanan, dikasih ke orang tuanya, jadi kayak gitu kan, bener-bener, itu memang, itu padahal duit kita gitu ya, itu padahal duit kita, tapi ada juga yang ngerasa, ah itu pasti bukan duit kamu, itu pasti dari uang, bulanan yang aku kasih kan, harusnya buat di rumah, segala macem gitu kan, terus, eh taunya, ketauan kalau dia, ngabisin uangnya buat selingkuhannya, jadi salah, jadi istrinya ngasih uang, buat orang tuanya, aduh dikomentarin ini, segala macem, eh ternyata, untuk istrinya ketauan, harus suaminya tuh ngasih, uang buat, selingkuhannya, aduh pokoknya, ya macam-macam lah ya, yang gininya makanya, aduh kita, belum juga, settle dengan diri sendiri gitu, merasa siap, eh kita denger-denger lagi, berita-berita kayak, ini nih, perceraian yang, apa ya, tinggi gitu, bisa juga dari, biaya kehidupan sih ya, yang mulai, makin tinggi ya, kayak di Korea aja tuh sekarang kan, banyak, anak-anak sumberan kita kan, gak mau nikah, makanya sampe penduduknya tuh, kayak merosot pertumbuhannya, populasi-populasi desa, kayak, mungkin juga, apa ya, mau kita, apa sih, merasa bahwa, aduh biaya nikah tuh terlalu mahal, biaya mendidik anak tuh, kan harus nyekolahin mahal, ini-ini, jadi banyak banget, faktor-faktor yang ngebuat kita tuh kayak, apa ya, menunda dulu pengen, untuk punya nikah, gitu kan, jadi, hal-hal yang kayak gitu tuh, bikin, insecure, gak tau, aku ngerasanya, aku ngerasanya, lebih banyak alasan-alasan, yang ngebuat kita, untuk menunda pernikahan, daripada yang memotivasi kita, sekarang ini ya, aku ngerasanya, ya, jadi kita, bener-bener, ngomong-ngomong soal Korea, mereka gak ada rencana buat, mengadopsi, orang Indonesia itu, biar populasinya nincat, kita kan pada penduduk nih, lumayan kan, ngurang-ngurangin penduduk kita, iya, mereka tuh kadang udah disampe, ditambahin biaya sama pemerintah loh, kalau punya anak, lihat anaknya, yang mereka, ini dikasih uang gitu, tapi, tetep gak mau, anak mudanya kadang ngerasa, bahwa, ya itu, biayanya tinggi beli rumah kan, berarti kan harus beli rumah, biaya pernikahannya tuh, juga cukup mahal juga ya, kalau biaya pernikahan, bentar-bentar, pemerintah mendukung, tapi kenapa, biaya pernikahan itu, mahal gitu, karena itu kan, antara keluarga nih, oh, budaya mereka, budaya mereka, maksudnya, budaya upacara mereka tuh, memakan, uang yang, cukup banyak, terus begitu, yang dikasih pemerintah itu, bantuan, kalau punya anak, karena mereka kan, pengen ini, menumbuhkan, jadi, kalau udah punya anak, baru dikasih bantuan gitu, cuman yang jadi masalah, di masyarakat Korea tuh ya, biaya tinggal, karena rumah tuh, mahal banget, apartemen bisa 1 miliar, kecil banget gitu kan, terus, udah gitu, dan, ternyata, kalau ditanya-tanya, yang cewek-ceweknya, merasa bahwa, kayaknya enggak, karena apa ya, ya banyak ya, permasalahan, kayak selingkuh gitu juga, terus, budaya patriarki di sana, kan juga lumayan, tinggi banget, lebih tinggi dari orang kita, lebih tinggi dari orang kita, jadi mereka, iya, lebih tinggi daripada kita, malah kayaknya, nah, terus, jadi mereka merasa, mungkin karena, anak-anak aku, wawancara di jalan gitu loh, yang di Korea, ada di Youtube, nah, karena, ada juga yang ngeliat orang tuh, gimana, dia ngeliat ibunya diperlakukan, sama ayahnya, yang perempuannya, jadi dia enggak mau, ngalamin itu, dimana, direndahin sama keluarga, laki-lakinya, keluarga ayahnya, gitu loh, terus, kayak ada acara-acara keluarga, apa ya, kayak, pokoknya yang perempuan tuh, kayak harus, wah, nyiapin apa, segala macem, terus, udah mereka, udah, ibunya itu harus, kayak, nyiapin, banyak upacara masak, sampai semalaman, ini segala macem, masih direndahin, sama keluarga laki-lakinya, misalnya, lebih dayanya kayak gitu, jadi, bener-bener, yang laki-laki, enggak boleh bantu, yang cewek, untuk ikut kerja, di bagian rumah lah, dapur, apa segala macem, terus, ya itu, berada patriarki, banyak seninggu juga, terus, apa ya, mereka jadinya, merasa, buat apa, oh, mereka ada ngadepin yang kayak gitu, mendingan mereka, bekerja sendiri, gitu, enggak merasa, bahwa, kayak, mereka juga banyak, ada blind date, ya, kayak, ada, banyak juga gitu, tapi, merasa, ah, perlu lebih banyak effort gitu, untuk nyari, orang yang tepat lah, gitu kan, jadi, enggak, itu juga itu, tapi, overall, di seluruh dunia, kayaknya memang, generasi kita nih, milenial, banyak yang masih sekolah juga kan, walaupun ada juga yang nikah, tapi, overall, menurunnya tuh, udah mulai dari milenial, yang, enggak pengen, belum pengen, banyak yang belum mau menikah, atau punya anak, lalu, gen X malah, mereka family oriented, kalau misal wakwis, ya, mungkin, makin ke sini, makin ke sana, ya, maksudnya, makin ke sini tuh, kayak, kita bandingin sama, zaman orang tua kita gitu, mereka kan nikah, umur-umur 18, dan, ya, target yang kita punya tuh, yang target aku, sama target kamu kan, pengen di 25, karena kan dari, orang tua juga bilang 25 lah, 25 juga udah telah, 2026 gitu kan, tapi ternyata, kenapa-nya enggak gitu, kalau di Korea, tata rata, yang nikah itu, cewek yang umur, 30 sampai 35, ya, berarti kita masih normal dong, masih sih, sebenarnya, kalau menurut standar mereka, ya, kalau standar Indonesia mah, udah telah sih, ya, udah lah ya, mau gimana, mau, apa, temen-temen di sini mencari ini, kita sih dengan tenang hati, menerima ya, atau cocok, enggak? Ya, orang dapat juga, mau digimanain gitu, tapi bener loh, aku, ada sih, sedikit-sedikit, sedikit muncul gitu kan, belum nikah, tapi abis itu, enggak begitu kepikiran, kenapa ya, aku enggak begitu, bukan prioritas lah, karena lo makin prioritasnya, cari duit dulu ya, Ritesh? cari duit dulu, cari kerja, ya Allah, kerja aja nih, susah banget carinya, terus, ya udah, pengen settle dengan sendiri dulu, kata aku kan, kalau enggak, kamu masuk dalam keadaan mental, apa, enggak stabil gitu ya, mental enggak stabil, masuk ke pernikahan, waduh itu gawat sih, ya, itu yang bisa nyebabkan permasalahan rumah tangga, sampai berujung, perceraian. Oke. Kalau kamu gimana? Itu prioritas enggak, nikah? Nomor dua gitu, lebih kejar enggak? Enggak, itu nomor satu, nikah sekarang? Iya dong. Oh, bagus lah, bagus. Ya, karena aku belum, enggak ada hal lain yang mau aku capai gitu, ya mungkin ada, kalau sekolah lagi gimana? Nah, itu aku juga mau, aku juga lagi ngejar itu ya, tapi di bawah nikah? Nah, iya, tapi aku pikir, ah, kayaknya lebih asik kalau ada partnernya enggak sih? Oh, sama-sama sekolah, bisa saling mendukung satu sama lain gitu, enggak, kalau kamu sekolah ke sana, ke luar, terus ketemu jodoh kamu di sana. Ya, pengennya gitu. Aamiin. Doain aja yang terbaik. Iya. Iya, kalau sekarang tuh aku hanya menjalani apa yang sudah ditakdirkan, kalau emang yaudah, dari dulu aku akan bikin, jadi plan, plan kita tuh udah fleksibel enggak sih di umur-umur segini? Misalnya kita udah mau planning nih, tahun ini mau sekolah ke luar negeri, oke, udah berusaha cari-cari sekolah, terus pada akhirnya tiba-tiba ada orang ditolong gitu, ngajak nikah. Ya, aku sih bisa dengan cepatnya merubah plan aku gitu. Oke, gapapa nih, plan dulu. Nanti bikin lagi plan B. Jadi ada, mungkin A sampai Z lah ada plannya. Atau mungkin plannya cuma kayak, kalau sekarang kayak jangka panik lah, sebulan, dua bulan, tiga bulan ke depan, buat ke depan ini udah aku ikhlaskan. Gimana, gimana Allah membawa takdirku? Kalau aku bisa saranin, aku gak tau seberapa banyak orang yang, karena kita sebelumnya bilang, kan ada juga yang belum nikah, belum kerja, belum, belum, intinya dalam titik masih bingung ya, gitu kan. Intinya kalau mbak, ini topiknya tentang pernikahan ya, menurut aku, yang pertama banget, jangan terburu-buru. Jangan terburu-buru, jangan bandingin dengan yang udah nikah, gitu kan. Terus juga, karena pernikahan itu tujuannya memang buat seumur hidup, semua itu harus dipikirin, dipersiapin, baik-baik, dan sambil nunggu ya, perbaikin diri sendiri dulu. Kalau aku sih ngerasanya ya. Kalau kita pengen punya pasangan yang baik, yang sama ini, kita juga harus baik gitu. Kalau kita pengen yang, ya anggap lah, misalnya dia takutnya itu tinggi lah, apa gimana gitu kan. Ya kita juga harus memantaskan diri lah intinya. Kita harus membuat diri kita berkualitas dulu intinya. Berkualitas yang siap buat nikah, siap membangun keluarga, dan semua itu gak harus kita tunggu. Dari sekarang juga bisa belajar-belajar hal yang jauh. Yang penting, intinya settle dulu sama diri sendiri. Intinya berarti dari kamu, kita harus selesai dulu sama diri sendiri, kita memperbaiki diri, baik-baiknya versi terbaik kita, sampai akhirnya nanti kita bisa bertemu versi terbaik dari pasangan kita ya. Dan satu lagi, ya itu, pilih-pilih itu ya emang harus. Kalau buat pasangan, untuk kehidupan. Ya, ya pemilih. Kok kamu gak nikah-nikah? Karena pemilih ya. Iya, emang kita harus milih lah. Iya, iya makanya, sebenarnya, jangan milih-milih gak ada yang sempurna. Memang, dia nyari yang sempurna, enggak. Kita tahu. Tahu diri sendiri, tahu kriteria kita, tahu visi-visi hidup, jadi ya wajar banget kalau kita milih. Betul, betul. Bagaimana kamu, Yo? Kalau saran dari aku sih, supaya kamu tidak kepikiran atas pencapaian orang lain, kamu kelilingin sama orang-orang yang senasib sama kamu. Ya, aku harusnya gak hangout sama kamu sih. Sama yang, coba siapa yang senasib sama aku, hampir gak ada nih. Enggak, kita kan senasib, sama-sama belum nikah gitu. Oh, karena nikah lagi kan? Ya, kenapa aku fine-fine aja, karena aku teman-teman jalannya sama teman-teman yang memang masih single gitu. Jadi, yaudah. Aku masih punya teman, gak tahu ya kalau nanti mereka perlahan pada nikah, mungkin aku merasa kesepian. Ya, kita gak tahu. Dan intinya gitu, kita nikmatin aja proses perjalanan dari setiap hidup kita, apapun takdir yang diberi, yaudah kita terima dan ikhlas, dan jalanin sepenuh hati, terus berusaha untuk terus memperbaiki diri. Gitu. Oke. Oke, kalian gitu. Teman-teman, terima kasih sudah mendengar selama berapa menit nih kita ngomong ya. Ya, mudah-mudahan percakapan kita sedikit memberi inspirasi buat teman-teman, terus berbobot juga, dan buat teman-teman yang masih mencari-cari, semoga segera menemukan pasangan yang terbaik, dan ingat kata Laras, jangan buru-buru ya, yang penting kan jangan buru-buru untuk seumur hidup. Oke, terima kasih semuanya. Sampai ketemu lagi di podcast Kacang Ijo selanjutnya. Thank you, thank you Laras.

Other Creators